Site icon Pesona Bandung

Ronggeng Gunung

Sejarah

Ronggeng Gunung adalah salah satu adalah tarian buhun (kuno) dari daerah Priangan Timur yang disajikan dengan konsep pertunjukan minimalis. Ronggeng berasal dari kata renggana (bahasa sansakerta) yang memiliki arti perempuan pujaan hati. Perempuan pujaan ini adalah penari yang dipilih untuk menyambut tamu bangsawan kerajaan yang selalu diiringi alat musik tradisional. Sedangkan kata gunung berkaitan dengan daerah perkampungan (pegunungan) sebagai tempat tarian ini berasal dan berkembang. Pada dasarnya, tarian ini dijadikan sebagai sarana ritual orang kampung untuk menghormati Dewi Sri dan hiburan setelah melepas lelah selesai melakukan satu periode menanam padi. Tapi, setelah berlakunya sistem perkebunan kolonial Belanda beralih fungsi menjadi sarana hiburan yang harus dilakukan perempuan pribumi kepada tenaga-tenaga ahli kontrak yang didatangkan Belanda. Tarian ronggeng gunung lahir dari perpaduan kesenian bajidor dan pencak silat. Ronggeng Gunung biasanya dipentaskan dalam waktu 2 sampai 12 jam sekali pertunjukan. Dalam satu kali penampilan biasanya dibawakan 6 sampai dengan 8 lagu. Secara umum, tema lagu dalam kesenian ini bercerita tentang kerinduan kepada kekasih dan sindiran pada perompak yang telah membunuh Anggalarang.

Baca juga artikel mengenai Tari Jaipong Asal Bandung dan masih banyak lagi info mengenai kota Bandung hanya di Pesona Bandung.

Awalnya, ronggeng gunung sempat berfungsi sebagai sarana pengantar upacara adat seperti panen raya, penerimaan tamu, perkawinan, dan khitanan yang sangat menarik karena mengeksplorasi unsur erotis dari penari. Tapi, periode tahun 1904 sampai dengan 1945, beberapa nilai dan konsep penyajian ronggeng gunung mengalami perubahan disesuaikan dengan norma dan tatakrama yang berlaku semakin baik pada lingkungan masyarakat. Salah satu contoh perubahan aturan adalah melarang penari bersentuhan langsung dengan penari laki-laki dan penonton laki-laki yang ikut menari ronggeng.

Pemain

1. Penari utama dalam ronggeng gunung adalah seorang perempuan yang menggunakan kostum kebaya, samping kebat (kain batik), selendang sebagai kelengkapan penting saat menari. Fungsi dari selendang ini untuk mengajak lawan (laki-laki) yang berasal dari para penonton yang hadir pada acara. Apabila selendang sudah dikalungkan ke leher salah satu penonton, artinya orang tersebut terpilih sebagai penari laki-laki.
2. Penari laki-laki biasanya berjumlah 10 orang. Kostum yang digunakan adalah sarung, iket kepala serta golok yang diselipkan di bagian pinggang. Penari laki-laki menari dengan gerakan mengelilingi penari perempuan dengan pola gerakan berputar sesuai arah jarum jam.
3. Sinden lulugu (utama) adalah seorang perempuan berusia lanjut yang memiliki suara yang khas dan merdu. Biasanya, pesinden ini bisa membawakan lagu-lagu yang tidak dibawakan oleh pesinden biasa.
4. Pemain alat musik yang wajib hanya berjumlah tiga orang, karena alat musik yang dimainkan hanya ketuk, gong, dan kendang.

Aspek Pertujukan

1. Dinamisme
2. Animisme
3. Unsur magis

Exit mobile version