Sab. Jul 27th, 2024

Sejarah Ujung Berung

Ujung Berung merupakan salah satu kecamatan di Kota Bandung, tepatnya di sebelah timur. Kecamatan Ujungberung punya lima kelurahan yaitu Pasirendah, Cigending, Pasirjati, Pasirwangi, dan Pasanggrahan. Dulunya Ujungberung adalah satu wilayah yang sangat luas.

Baca juga artikel mengenai 3 tokoh pahlawan Bandung Lautan Api dan masih banyak lagi info mengenai kota Bandung hanya di Pesona Bandung.

Berdasarkan catatan historik, Ujungberung lahir oleh seorang tokoh bernama Dipati Ukur. Konon saat masa pelariannya, Dipati Ukur dan rombongannya kejar-kejaran dengan tentara Mataram.

Akhirnya sampai di suatu tempat di pinggiran danau Bandung purba sebelah timur Bandung. Tempat itu ditumbuhi oleh tanaman bambu yang sangat lebat, sehingga meskipun terkepung oleh tentara Mataram, rombongan Dipati Ukur dapat menyamarkan diri dan tidak dapat ditemukan pengejarnya.

Tempat itu bernama Bojong Awi. Bojong = daerah tepian telaga. Awi = bambu.

Peristiwa itu dianggap oleh bala tentara Mataram sebagai Ujung-nya dari upaya pengejaran yang sangat panjang dalam nga-Berung napsu (mengumbar nafsu) untuk menangkap sang Dipati. Maka wilayah tersebut disebut sebagai Ujungberung.

Tetapi ada juga yang menyebutkan bahwa asal usul nama Ujungberung sebagai tempat “ujung-na nga-berung nafsu”, merupakan akhir dari nafsu untuk mewujudkan permintaan Dayang Sumbi sebagai syarat pernikahan. (Wijaya, 2009: 25)

Tidak ada yang tahu dengan pasti seberapa luas sebenarnya wilayah Ujungberung di awal perkembangannya. Karena, diperkirakan wilayah Ujungberung sudah ada sejak pertengahan abad ke-6, dan telah dijadikan batas wilayah antara Kerajaan Sunda dan Kendan.

Setelah beres pembangunan Jalan Raya Pos, baru ada peta yang cukup akurat mengenai batas-batas suatu wilayah di Priangan. Dimana dalam peta tersebut tercantum bahwa batas wilayah Ujungberung paling barat adalah Sungai Cibeureum (Cimahi), ke timur Sungai Cibeusi (Cileunyi), ke utara rangkaian gunung, dari G. Tangkubanparahu-Bukittunggul-Manglayang, ke selatan berbatasan dengan Sungai Citarum.

Bila kita perkirakan, luas wilayah Ujungberung pada saat itu kira-kira 43.000 ha lebih dan Kota Bandung yang statusnya masih kampung pada saat itu berada di tengah-tengahnya, atau + 1/6 luas wilayah Kabupaten Bandung.

Wilayah tersebut beribukota di Ujungberung (Cipaganti sekarang). Pada waktu itu, berdasarkan letak geografis wilayah, Pemerintah Hindia Belanda, membagi wilayah Ujungberung menjadi 2 bagian.

Sebelah utara Jalan Raya Pos, yang terdiri dari pegunungan, disebut Oedjoengbroeng Kaler. Sedangkan, sebelah selatan Jalan Raya Pos, merupakan rawa raksasa Gegerhanjuang, disebut Oedjoengbroeng Kidoel.

Setelah Raffles memperkenalkan sistem pemerintahan distrik, wilayah Ujungberung pun terbagi menjadi 2 distrik (dimana Kabupaten Bandung waktu itu terbagi menjadi 16 distrik), yakni District Oedjoengbroeng Koelon dengan District Oedjoengbroeng Wetan, dengan batas S. Cibeunying.

Ibukota Distrik Ujungberung Kulon ‘diganti’ menjadi Cipaganti, sedangkan Distrik Ujungberung Wetan beribukota di Ujungberung (di Nyublek, sekitar belokan Cikadut arah ke Sukamiskin). Baru menjelang pertengahan abad ke -19, ibukota Distrik Ujungberung Wetan dipindahkan ke sekitar Alun-alun Ujungberung sekarang.

Hingga akhir abad ke-19, nama Ujungberung terpampang jelas di peta-peta lama yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda. Ini dikarenakan, Ujungberung telah menjadi salah satu wilayah pusat pengembangan perkebunan kopi dan kina di wilayah Priangan. Tentunya, menjadi tambang emas bagi pemerintah kolonial.

Setelah abad ke-20, peran Ujungberung mulai berkurang, dan nama Ujungberung mulai meredup pada peta-peta yang dibuat oleh pemerintah kolonial.

Ada beberapa penyebab, diantaranya:

1. Pemerintah Hindia Belanda lebih memunculkan nama Gemeente Bandung sehubungan dengan usaha pengembangan kota oleh pemerintah kolonial dengan dikeluarkannya bertutur-turut Staatsblad 1901, No 327-1 September 1901, Staatsblad 1906, No 121 – 21 Pebruari 1906, Staatsblad 1913, No 60 – 7 Mei 1913, Staatsblad 1929, No 258 – 5 Januari 1929, tentang pemekaran wilayah Bandung. Maka, dengan itu menghapus nama Distrik Ujungberung Kulon dalam peta, karena sebagian wilayahnya masuk ke dalam wilayah Kotapraja Bandung.

2. Selesainya pembangunan jalur kereta api Batavia-Surabaya, yang tidak melewati pusat pemerintahan Ujungberung, sehingga di beberapa peta lebih memunculkan nama Cicalengka sesudah Bandung, sebagai jalur kereta api ke arah timur. Karena, di kedua tempat tersebut terdapat stasiun kereta penumpang. Sedangkan, di wilayah Ujungberung hanya sebuah stasiun pemberhentian sementara untuk mengangkut hasil perkebunan (kina dan kopi) dari wilayah utara perbukitan Ujungberung.